Sastra Untuk Kemanusiaan


Puisi-Puisi Alra Ramadan

Sumber: Atrapada

Di Sekitar Kematian Nenek

Haleluya!

Hari mula ketika Isya,
Gaib-gaib
Waktu tiba Maghrib

(Dukuh, 2014)

 

Untuk Varetha

Desember ke-11, duduklah. Akan ada paragraf yang mengalir dari bibir
Sebab hitunganmu empat dan aku telah sembilan.

  1. Aku memelukmu dengan iman hujan jatuh.
  2. Jika tak terbaca huruf pada pijakanmu, kita bertemu di sana—tempat langit mengutus Adam kepada dekapan—sebab selimut tak akan merentang delapan telapaknya agar detak jantung kembali berkhianat.
  3. Cerita selalu berpulang padamu.
  4. Tempo dulu: beli gulali atau telepon-telepon itu memang telah mati?
  5. Kecuali gambar menengah pertama, tak ada isyarat di raut bukumu.
  6. Matahari enggan disenjakan para pencapir. Apakah sudah saat bercinta? (Bukan. Kelir dipaksa tutup, sudah dengar?)
  7. Beribu malaikat hinggap di jendela.

Amin.

(Malang, 2014)

 

Kembang Gula
—untuk Plengeh & Ali 

batu dingin,

dan warsa menceritakan keterlambatan
para berita.
kebahagiaan bisa dibagi, tapi kekalahan
hanya berdoa.
sehingga derita dikecupkan
bagi duduk kursi-kursi
pos ketan
dan halaman gingsul gigi
yang sinam. 

(Batu, 2014)

 

Utara 

Tentang Utara: ia mati
pada hari pertama

Satria kehilangan
rasi pari

Kuda-kuda beranjak
dari biru

Kereta-kereta berdecak:

Seta!
Itu Seta!

Kami tak percaya pada akhirnya
Ia ajikan Narantaka

Cukup. Cukup,
kata siapa

Padang berabstrakkan darah
Telah cukup kemarahanku
ketika nyawaku bermesra-mesra

Waktu

(Malang, 2014)

 

Opium
—untuk Ridha Nurrahma 

Kepala dan butuh angin sungguh tanpa penangkup
Ponsel hampir-hampir padam
Bersalang lidah bagi ludah, lebih sejam 

(Malang, 2014)

  

Sajak Mabuk
—untuk Felix K. Nesi 

Jadi ini malam mulai kita bikin getaran atau yang semacam getaran, semacam guratan atau yang memang guratan; karena sebenarnya kita telah bosan dengan kopi, senja-senja, hujan, embun, tenta-tenta, tuhan, menganggun-anggun bangsat atau negara atau kata-kata yang akan dituluskan dalam sajak. Bangkai. 

(Malang, 2014)

 

Megatruh Setelah Perjamuan 

Di luar pigura, matamu aradu
Di dalam, terang terasing
Cahaya di pelupukmu
Sahaya usap-usapi
Serpihan di meja kotor

Burung-burung, jam, angin, pulang—mabukmu
Telah sungguh memahami
Pukul berapakah subuh
Bersulang-sulang menyisip
Rakaat di dekat botol

(Malang, 2014)

 

share on
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Pelangi Sastra Malang sebagai “Terminal” Sastra di kota Malang memiliki program-program dalam bidang kesusastraan di antaranya: mendokumentasikan karya-karya sastra yang lahir di kota Malang dan sekitarnya.

Setiap orang dapat berkontribusi dengan mengirimkan arsip karya sastra berupa cerpen, puisi maupun esai dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Karya tersebut dari warga asli Malang atau warga luar Malang yang sedang berdomisili di Malang
  2. Karya tersebut telah dimuat di media massa, media daring, majalah, buku, maupun telah dibahas dalam sebuah forum/acara terbuka
    Karya dikirimkan melalui alamat surel [email protected] dengan subjek cerpen/puisi/esai

Karya tersebut akan kami arsipkan secara digital di website https://pelangisastramalang.org

Griya Buku Pelangi adalah Toko Buku yang menyediakan berbagai kebutuhan buku Anda. Banyak pilihan yang kami terbitkan baik dari buku pendidikan dan kesastraan. Untuk pembelian bisa melalui online di Marketplace kami atau kontak kami melalui aplikasi chat yang tersedia.