Surat Seorang Anak Kepada Tuhan
Tuhan,
guru agamaku yang gemuk dan lucu
pada akhir setiap pelajaran selalu berkata
bahwa Kau Maha Pengasih dan Penyayang
dan eyangku yang jangkung dan kurus
pada akhir setiap makan malam selalu bercerita
bahwa Nabi amat mengasihi anak-anak
tetapi
hari ini sebuah kompor meledak di perut ibuku
dan kau biarkan ibuku menggelepar di sana
Tuhan,
aku tidak mengerti
Surat Balasan Tuhan Kepada Seorang Anak
cucuku,
guru agamamu yang gemuk dan lucu itu benar
oleh karena Aku adalah Kasih sumber segala kasih
juga eyangmu yang jangkung dan kurus itu benar
oleh karena Nabi adalah penyampai kasihKu padamu
tetapi
kalau hari ini sebuah kompor meledak di perut ibumu
dan ibumu menggelepar di sana
itu adalah kehendakku
untuk membuat kau lebih mengasihi ibumu
untuk membuat bapakmu lebih dekat dengan ibumu
untuk membuat manusia lebih mengasihi sesama
mudah-mudahan kau mengerti cucuku,
mudah-mudahan kau mengerti
Penerimaan
Pada suatu hari
seorang perempuan
menulis sepucuk surat kepadaku
“Kau bukanlah laki-laki yang ada dalam mimpiku
tetapi Tuhan telah mengirimkanmu kepadaku
dan aku harus menerimamu.”
Hari ini
beberapa tahun setelah itu
aku menulis sepucuk surat pendek kepada Tuhan
“Hidup ini
bukanlah hidup yang ada dalam anganku
tetapi Kau telah memberikannya kepadaku
dan aku tak bisa menolaknya.”
Esok hari
pada sebuah nisan
akan kau temukan sebuah tulisan pendek
“Ia yang berbaring di sini
adalah seorang laki-laki
yang telah dapat menerima kekalahannya
dengan tanpa banyak bicara.”
Khotbah Pertama dan Terakhir di bawah Air Terjun Cubanrondo yang Terus Mengalir
(saudara,
ini adalah khotbahmu yang pertama
dan mungkin juga yang terakhir kali
bukan lantaran aku ingin cepat-cepat mati
tetapi lantaran aku amat benci
khotbah, pencekokan, perlolohan, dan segala macam
indoktrinasi)
saudara,
mengapa malam ini aku paksakan diri untuk berkhotbah
sedang barangkali saudara telah teramat lelah
dan aku lebih suka menyelesaikan membaca “ziarah”
atau menunggu anakku yang masih sakit di rumah
aku ingin berkhotbah lantaran nuranimu mengharuskan itu
bukan lantaran ibrahim, buddha, atau krisnhamurti berbuat
sama
atau bukan nabi, guru dunia, atau orang pintar bijaksana
aku ingin berkhotbah lantaran aku ingin berbuka dan
membiarkan sukmaku terbang bersama angin di sekitar kita
dan apabila kau pun berbuat serupa
sukma kita akan bertemu dan pertemuan ini akan punya makna
saudaraku yang amat kusayangi,
terimalah kasih sayangku
meski bukan yang pertama
dan bukan pula yang terakhir kali
oleh karena
seperti air terjun cubanrondo ini
kita tidak tahu kapan ia mulai mengalir
dan kapan pula ia akan berhenti (tetapi mudah-mudahan
tak akan berhenti)
seperti kau rasakan sejuk air terjun itu
begitu pula hati kita sejuk oleh cinta kita
saudara di sana tidak perlu cekikikan, tersenyum sinis
mendesah ingin menangis, atau menelan ludah berkali-kali
manakala mendengar kata “cinta”
cinta yang kumaksud tidak akan membuat kita cekikikan
kerna
mengingat gairah sang mama menguber-uber teman kita
cinta yang kumaksud tidak akan membuat kita tersenyum sinis
kerna
mengingat gairah teman kita menguber-uber gadis remaja
cinta yang kumaksud tidak akan membuat kita mendsah
ingin menangis
kerna mengingat
dinginnya pagar
MESIN
nama tuan?
alamat?
pekerjaan?
ia istri tuan?
ada Askes?
ya, ya, ya, isteri tuan akan segera dirawat
dokter segera datang, sabar tua
ya, ya, ya, saya tahu, tapi tuan musti mengisi semua ini
tuan tahu, ini peraturan
lho, tuan kok ngamuk
saya kan cuma pegawai, tuan
sudah saya bilang, dokter akan segera datang
tuan kok cerewet sih
apa ini rumah sakit nenek moyang tuan?
tuan ini siapa sih, jendral ya?
lho, tuan, tuan!
satpam, satpam!
ugh!
aduh!
Dari antologi puisi Sajak-Sajak Kelabu (Hazim Amir),
Penerbit Musium Hazim Amir, 24 Agustus 1997