Bagaimana jadinya jika literasi ditanamkan dalam keluarga? Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang berada di benak keluarga zaman sekarang, khususnya yang masih peduli terhadap asupan literasi bagi anak-anaknya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Pelangi Sastra Malang (PSM) menyelenggarakan kegiatan bincang buku Dongeng Panjang Literasi Indonesia. Buku yang dibahas merupakan buku yang baru saja diterbitkan oleh Yona Primadesi, dosen Universitas Negeri Padang yang bergerak dalam bidang literasi. Kegiatan bincang buku tersebut dilaksanakan pada Senin (19/02/2018) di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang.
Dalam kegiatan itu, turut hadir Prof. Djoko Saryono selaku pemrakarsa Gerakan Literasi Nasional. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Djoko menyambut baik kehadiran buku Dongeng Literasi Indonesia. Menurutnya, buku ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengajak masyarakat, khususnya keluarga dalam berliterasi. Berbicara tentang literasi keluarga, Yona Primadesi memang merupakan salah satu pegiat Literasi Keluarga yang cukup aktif mensosialisasikan literasi dalam keluarga. Hal itu dibuktikan dengan suksesnya dia mendidik Abhinaya Ghina Jamella, yang mampu masuk 10 besar Kausala Sastra Indonesia di usia yang masih delapan tahun.
Pada saat bincang buku, Yona berbagi inspirasi dalam mengajarkan anak untuk berliterasi. Menurutnya, literasi seharusnya ditanamkan sejak dalam keluarga. Keluarga merupakan model pertama yang dicontoh anak untuk berliterasi. Tidak mungkin orang tua mengharap anaknya gemar berliterasi jika dalam rumah tidak pernah dikenalkan kegiatan-kegiatan yang bersifat literer.
Senada dengan itu, Prof. Djoko mengatakan bahwa literasi saat ini merupakan salah satu wujud kecakapan abad 21. “Makna literasi sudah harus melampaui tradisi awal, bukan saja perkara baca tulis, melainkan kecakapan dalam memahami informasi dalam berbagai media” ujarnya. Di tengah arus tsunami informasi ini, keluarga hendaknya menjadi garda terdepan sekaligus benteng pertama untuk menyaring informasi yang diperoleh anak. Keluarga juga harus mampu kembali pada marwah sejatinya yaiitu mendidik anak-anak dengan penuh perhatian, penuh cinta, dan kasih sayang. Salah satu wujud nyatanya adalah mengajak anak berliterasi secara tepat.
Hal itulah yang telah dan masih dilakukan oleh Yona. Sebagai ibu, dia tidak segan untuk mendongengkan anaknya, mengajak Naya membuat jurnal, hingga bermain tebak kata atau bahkan metafora. Hal hal yang terlihat sederhana ini ternyata berdampak maksimal bagi perkembangan intelektual anak. Naya tumbuh menjadi anak yang peka terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dan suka membaca buku. Di akhir diskusi, Naya diberi kesempatan untuk bercerita. Uniknya dia mengambil cerita tentang pengalamannya bertemu dengan anak lain yang gemar menggunakan gawai. “Saat ketemu sama Naya, temen Naya sudah lupa sama Naya!” itulah sepenggal ceritanya tentang sahabatnya yang sering bermain gawai.