Proses merupakan bagian terpenting bagi siapapun yang hendak memasuki belantara kata-kata dan berasyik-masyuk di rimba puisi. Ada yang tersesat. Ada yang tertinggal. Ada yang terlampau jauh melewati belukar makna. Seperti ini memang sebuah siklus di dalam proses. Kita semua perlu mafhum, tak ada yang sulit jika puisi tak diartikan seperti ensiklopedia ilmu kedokteran.
Proses malam ini kami kembali melakukan pembacaan puisi secara bergantian dan menelaah bebas sesuai kadar intensitas pengetahuan dan pengalaman membaca masing-masing. Proses ini masih jauh dari titik akhir, karena untuk menapaki puncak sajak, perlu bersabar mencari jalan yang belum dilalui penyair terdahulu.
Diskusi malam ini tak begitu serius mengernyitkan dahi di hadapan naskah puisi, karena wanita dengan mata yang paling puisi bergabung dengan kami malam ini. Walaupun ia memiliki mata yang paling puisi, tetap saja kami bantai habis-habisan jika rasanya ada yang kurang ketika kami menyampaikan hasil pembacaan atas puisinya
Maka dari itu, catatan singkat ini akan saya tutup dengan puisi dari wanita yang memiliki mata yang paling puisi:
Di Hadapan Bulan
Selepas kami menjumpa bunyi dan pintu yang terujub sungai.
Batu-batu yang bersembunyi menyuarakan benturannya.
Gelap yang mulai berbau dengan maghrib,
Menggiring para burung mengitari Wagir.
Berjalanlah kami menuju singgahan.
Sebutir mata merah tampak di langitan.
Bergelas-gelas teh dihidangkan.
Aroma hangatnya menyeduhkan cerita:
Orang-orang bermain alam
hingga serupa serigala.
Roda-roda mulai menuruni lembah.
Pohon-pohon yang mengerumuni sisi jalan
menerbitkan: bulan
yang saga sebesar kepala.
Ia mengintai penuh harapan di sepanjang perpisahan.
Layaknya perbincangan tanpa suara terdengar.
Kami pun mengamini hingga ia kembali:
seperti bulan.
Malang, 04 Desember 2017
Catatan Proses: Kerja Sastra dan Kepenyairan Angkatan Muda
merupakan upaya perekaman jejak-sajak angkatan muda di Kota Malang.