Persimpangan
Tubuhku, menyadari tak akan lagi kita bersama
mulai kurasakan kelembutan baru kepadamu, murni dan asing,
seperti cinta yang kuingat dari masa muda —
cinta yang sering bodoh tujuannya
tapi agung pilihannya, juga kekuatannya.
Terlalu banyak dituntut di muka,
terlalu banyak yang tak bisa dijanjikannya –
Jiwaku begitu takut, begitu bergelora:
maafkan amukannya.
Seolah jiwa, tanganku membelaimu ragu.
enggan mengusik
tetapi ingin, akhirnya, memberikan ungkapan
sekaligus intisari:
bukan bumi ini yang akan aku rindu,
tapi kau.
Senja
Seiring lingsir matahari,
petani membakar guguran daun.
Apinya tak berarti.
Ia kecil dan terkendali,
seperti keluarga dikepalai diktator.
Tapi saat kobarnya membesar, petani menghilang,
tak lagi tampak dari jalan.
Dibanding matahari, api di sini
berumur singkat, amatiran,
dan saat daunnya habis ia pun mati.
Dan petani tampak lagi, mengorek abunya.
Tapi kematian itu nyata.
Seakan matahari purna tugasnya,
menghidupkan sawah, lalu
memantik api membakar dunia.
Ia pun kini boleh tenggelam.
Dua Puisi dari buku Louise Glück berjudul A Village Life https://www.griffinpoetryprize.com/see-and-hear-poetry/a-g/louise-gluck/