Judul: Sebelum Lampu Padam
Penulis: Abdul Aziz Rasjid
Penerbit: Pelangi Sastra
Tahun: 2020
Tebal: xvii + 166 hlm
ISBN: 978-623-7283-5-22
Di tangan pencukur rambut terampil, rambut apa saja akan menghasilkan potongan yang rapi dan pas. Begitu pula di tangan seorang penulis disiplin, hal apapun objeknya menjadi tulisan berkualitas dan menyenangkan. Itulah ungkapan yang tepat dalam menyimpulkan kumpulan esai sastra berjudul Sebelum Lampu Padam, Pelangi Sastra karya Abdul Aziz Rasjid.
Sebelum masuk ke isi buku. Mari sejenak refleksi, ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), mata pelajaran bahasa Indonesia. Duduk bermalas-malasan di bangku sambil mendengarkan guru menyampaikan pelajaran. Di samping jendela, mata memandang keluar jalan raya terbentang serta lalulang mobil dan motor sangat jelas; barangkali itu salah satu kebosanan ketika belajar. Ketika menyebutkan tahun, nama-nama tokoh, dan kronologis bisa ditebak kalau itu pelajaran periodisasi sastra. Pelajaran tersebut ada kaitannya dengan bahasa. Karena sastra mediumnya bahasa. Seperti biasa sebelum masuk lebih dalam ke bahasa tentu belajar sejarahnya terlebih dahulu; hal itu begitu membosankan sebab harus menghafal.
Membaca buku seperti memandang oasis kesusastraan. Berwarna hijau bersamaan dengan embun. Hasil bacaan luas dijadikan sebuah naratif ciamik bernama esai. Bermula dari khazanah sastra dalam negeri, hingga ke luar negeri. Sehingga khazanah kesusastraan akan menjadi luas, dengan mudah diterima. Dalam naratifnya mengisahkan dua tokoh besar seperti Edward Said dan Jeans Paul Sartre bahwa pada masa kecilnya mereka sangat dekat (gemar dengan sastra), sehingga terbawa pada gagasan-gagasan sastra, dan menjadi pengaruh terhadap mereka berdua semasa hidupnya. Dari keduanya dapat dilihat dari karya dan masa hidup dalam berperan di bidang keilmuan (hal.43).
Tujuan penulis telah jelas dalam hal ini. Bahwa dalam menjadikan dirinya sebagai seorang penulis hebat, terkhusus dalam kesusastraan, dengan ikhtiar tidak akan membuat otak kekeringan dengan membaca banyak baca karya-karya orang hebat. Ia mengajak kepada penulis nantinya agar tetap menjadi seorang penulis yang baik dan hebat. Karena baik saja ruang lingkupnya hanya dalam negeri, namun hebat akan keluar dari negerinya sendiri; seperti halnya penulis besar luar negeri karyanya dibaca oleh orang Indonesia, seperti halnya Orhan Pamuk, Kahlil Mutran, Leo Tolstoy, Pablo Neruda, Miguel De Cervantes, Gabriel Garcia Marquez, Shakespeare, Maxim Gorky, dan Edward Said, serta para penulis lainnya. Demikian seperti rumus sederhana ketika menjadi seorang penulis yang baik dan hebat (Hal.67).
Tulisan yang sangat memberikan reflektif kepada pembaca sastra Indonesia. Bahwa sastra Indonesia sepertinya perlu dan sangat penting menemukan marwahnya sendiri dengan pola-polanya serta tekniknya sendiri. Abdul Aziz R seperti memberikan tips cara menjadi penulis hebat yaitu; 1) membaca karya-karya bagus. 2) menuliskan hasil bacaan dalam bentuk esai. 3) mempraktikan dengan melatih menulis. 4) perbanyak diskusi dan berkumpul dengan pegiat sastra. Empat tahap tersebut menjadi dasar untuk menjadi penulis good to great.
Penulis baik dan hebat dilahirkan dari sebuah proses panjang. Proses panjang tersebut dengan memperluas dengan khazanah pembacaan dengan seperti itulah bonus dari membaca yaitu menulis, karena semakin banyak hal diketahui dan dialami, maka dengan menulislah ide dituangkannya mencipta pengetahuan baru. Dalam kiat sukses menjadi penulis hebat membaca buku Senyap Lebih Nyaring Circa 2019, karya Eka Kurniawan mendedikasikan bahwa penulis yang hebat bisa melampaui empat proses yaitu; 1) Membaca karya sastra, 2) Menulis ulang karya sastra, 3) Menerjemahkan karya sastra, 4) dan memulai menulis. Hal tersebut menjadi salah dua proses seorang penulis good to great.
Perbedaan dari keduanya tidak lain memberikan sebuah dedikasi pasti, dalam kiat kiat sukses menjadi penulis. Kumpulan esai Abdul Aziz R membahas, bahkan berporos pada naratif sastra yang ciamik dalam penyampaianya sehingga khazanah perspektif kita lahir. Hal tersebut menjadi bukti bahwa gerbang dunia yaitu membaca dan memperbanyak baca karangan luar teringat pada kisah. Pada suatu hari, Miguel de Cervantes menemukan sebuah buku yang berjudul Sejarah Don Quixote dari Lamancha di sebuah toko loak dan berkah buku tersebut sastra dunia diberikan corak baru (hal.101).
Maka, buku ini hakikatnya ingin menyampaikan bahwa seorang penulis besar akan melampaui banyak membaca. Tanpa menggurui atau memberi tips cara menulis. Pandangan tersebut lebih reflektif seorang penulis sudah tentu pembaca yang baik, namun seorang pembaca belum tentu penulis. Maka sebelum mematikan lampu untuk tidur sangat pas jadi pengantar.